Gedung FKIP Universitas Lampung. |
BANDARLAMPUNG, (Kopiinstitute.com) – Indikasi Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tercium dalam Pembangunan Rehabilitasi Tahap I Gedung J FKIP Universitas Lampung (Unila) Senilai Rp 3.335 Miliar Tahun Anggaran 2016.
Meski proyek belum selesai, namun saat itu PT Asuransi Purna Arthanugraha (ASPAN) sudah mengeluarkan Jaminan Pemeliharaan hanya berselang dua belas hari paska kontrak nomor 4356/UN26/3/LK/2016 tertanggal 15 Juli 2016 berakhir sehingga rekanan bisa mencairkan 100persen. Padahal jaminan tersebut seharusnya dikeluarkan enam bulan setelah pembangunan selesai.
Proyek Rehabilitasi Tahap I Gedung J FKIP Unila Tahun Anggaran 2016 diduga pengerjaannya tidak sesuai dengan alokasi dana yang dianggarkan, kegiatan yang pagunya mencapai Rp.3.755 Miliar itu bahkan belum dirampungkan oleh pihak rekanan yakni . PT Karya Kamefada Wijaya Indonesia namun PT ASPAN sudah memberikan jaminan pemeliharaan. |
Dugaan penyimpangan ini diungkap Masyarakat Transparansi Anggaran (MaTaLa) selaku lembaga anti korupsi yang corcern menyikapi pembangunan. Dalam temuannya, pada 2016 bahwa jaminan dari PT ASPAN dikeluarkan, disisi lain PT Karya Kamefada Wijaya Indonesia masih berlangsung pengerjaan Gedung FKIP.
“beberapa ruas bangunan hanya mengalami perbaikan sedikit sedangkan ada penambahan gedung satu tingkat, namun disejumlah saluran air/parit dan lantai masih tampak pengerjaan yang sepertinya ditinggalkan. Plang Proyek juga tidak ada, ini jelas indikasi penyimpagan. Terlebih PT ASPAN berani mengeluarkan Jaminan Pemeliharaan sehingga rekanan dapat 100persen mencairkan proyek ini,” ungkap Direktur Eksekutif MaTaLa C.Calizie, Jumat (15/9/2017).
Pengumpulan data dugaan penyimpangan proyek ini sudah mencapai tahap akhir untuk dilaporkan ke Kejaksaan Tiggi (Kejati) Lampung. Sebab, kata Calizie, penegak hukum harus memeriksa PT ASPAN dalam pemberian jaminan pemeliharaan kepada PT Karya Kamefada Wijaya Indonesia.
“Laporan sudah kami siapkan, dan temuan ini harus diproses dan jika terbukti maka akan menjadi preseden buruk dalam sejarah pembangunan Gedung Unila mengingat Ketua Ikatan Alumni Unila (IKA Unila) adalah Jaksa Agung HM. Prastyo. Harapan kami mewakili masyarakat meminta Kejaksaan juga berani menegakkan hukum meski Ika Unila dijabat Jaksa Agung. Jangan sampai seperti perkara Wakil Rektor I Bujang Rahman yang tiba-tiba dihentikan sehingga masyarakat menganggap karena adanya nama Jaksa Agung,” papar dia.
Rehab yang dikerjakan 15 Juli 2015 hingga 11 Desember 2016 berdasarkan Pantauan Kopiinstitute.com yang juga terlampir dalam dokumen MaTaLa belum dapat dikatakan rampung. Alasannya, jelas dia, kondisi bangunan sangat tidak rapih dan terdapat sisa pengerjaan identik dengan kondisi pekerjaan yang ditinggalkan begitu saja.
“melihat kondisi bangunan seperti ini tapi PT ASPAN sudah keluarkan Jaminan Pemeliharaan sangat janggal. Jelas tertera pembayaran termin kelima dibayar ke rekanan melalui Kas Badan Layanan Umum Unila sebesar 5persen. Kami juga melihat ada indikasi mark-up anggaran dan pengerjaan tidak sesuai spek/bestek,” terangnya.
Proyek inipun diduga terjadi kongkalikong karena berdasarkan catatan MaTaLa, jarangnya tim teknis berada dilokasi sehingga hasil temuan diduga proyek asal jadi dan belum selesai.
“Itu tempat berkumpulnya pengajar dengan gelar Magister aMPi ada profesor juga ada jadi sangat disayangkan adanya indikasi Kejahatan Kerah Putih menyeruak di Kampus Hijau Unila,”ucapnya
Menurut wawancara kepada sejumlah mahasiswa, terkait papa atau plang proyek memang tidak dipasang sejak awal. Mereka pun tidak mengetahui rekanan serta nilai bangunan karena papan pengumuman tidak dipasang. “kami gak pernah lihat papan pengumumannya, jadi tahunya hanya ada pengerjaan rehab aja,” kata Bagus Hartono. Berita ini sedang dalam tahap konfirmasi ke pihak Universitas Lampung.(Tim)
Posting Komentar