Ilustrasi Foto/net |
BANDARLAMPUNG, KI - Ketua DPD I Partai Golkar Lampung Arinal Djunaidi sepertinya sudah pasrah terhadap persoalan hukum yang diduga menyeret dirinya di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung.
Saat disinggung mengenai dampak persoalan hukum tersebut terhadap padatnya aktifitas politiknya menjelang Pilgub serta upaya yang akan ditempuhnya, dia tidak bersedia menjawab.
Sementara, Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Lampung T. Banjar Nahor mengatakan, perkembangan perkara Arinal tidak diketahuinya karena dirinya sedang diklat.
"saya tidak tahu perkembangannya sampai mana, yang pasti lanjut terus. Saya sedang tidak berada di Kantor, ini masih diklat di Jakarta," ujar Aspidsus T. Banjar Nahor, rabu (17/5)
Sebelumnya, Kasipenkum Kejati Lampung Irfan Natakusumah menegaskan, dalam hal perkara ini bila menurut hukum memenuhi alat bukti maka siap menetapkan sebagai tersangka. Namun tentu harus mendalami siapa yang paling bertanggungjawab.
"kalau mungkin karena jabatannya Sekretaris Daerah (Sekda) mungkin ada yang pernah diperiksa Sekretariat Daerah. Untuk saat ini belum ada pemanggilan kembali, kalau memang indikasinya kuat tapi tergantung nanti yang paling bertanggungjawab siapa," jelas Irfan Natakusumah.
Irfan mengatakan, terhadap perkara ini pihaknya akan selalu menginformasikan setelah tahapan penyelidikan selesai dan hasil penyelidikan oleh Kasi Penyidikan Andi Merta dibuka untuk masyarakat.
Diketahui, berdasarkan perhitungan sementara Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung terhadap perkara dugaan korupsi Ketua DPD I Golkar Arinal Djunaidi ditemukan kerugian Negara sebesar Rp480 juta.
Kerugian tersebut dihitung dari selisih besaran honor yang diterima beberapa tim yang dibentuk untuk perda dan evaluasi APBD. Meski telah menghitung kerugian sementara secara internal, penyidik mengaku masih memperdalam unsur Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang terjadi dalam perkara tersebut.
Hal tersebut diungkap sumber yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga Kejati dapat mengungkap seterang-terangnya perkara korupsi serta penyelamatan keuangan negara.
Disisi lain, dugaan adanya pelanggaran dalam pembuatan, penerbitan dan pelaksanaan Peraturan Gubernur (Pergub) yang menjadi dasar temuan kerugian, sumber tersebut tidak berkomentar. Akan tetapi dikatakannya bahwa keterlaluan Peraturan Gubernur (Pergub) tidak dapat berlaku surut.
Perkara ini berawal dari indikasi korupsi yang diduga dilakukan Arinal itu saat menjabat Sekretaris Provinsi (sekprov) Lampung. Dalam laporan disebutkan pada tahun 2015, gubernur menetapkan pedoman penyelenggara pemda dalam melaksanakan anggaran yang dituangkan dalam Pergub No 72 tahun 2014 tanggal 29 Desember 2014.
Dalam pergub tersebut, telah diatur besaran honorarium tim. Tapi tanggal 14 April 2015, pergub tersebut dirubah dengan Pergub No 24 tahun 2015 yang isinya lebih pada memfasilitasi besaran honor tim raperda, rapergub dan tim evaluasi raperda APBD kab/kota. Keputusan Gubernur No G/59/B.III/HK/2015 tentang penetapan besaran honor dan Keputusan Gubernur No G/292/BX/HK/2015 tentang pembentukan tim, menurut Matala, keduanya bertentangan dengan pasal 1 lampiran IV dan pasal 5 Pergub No 72 tahun 2014.
Sekdaprov Arinal Djunaidi saat itu merangkap Tenaga Ahli (TA). Namanya ditahun 2015 pernah muncul sebagai tenaga ahli mwski ia menjabat Sekretaris Daerah (Sekda).(Wendri Wahyudi)
"kalau mungkin karena jabatannya Sekretaris Daerah (Sekda) mungkin ada yang pernah diperiksa Sekretariat Daerah. Untuk saat ini belum ada pemanggilan kembali, kalau memang indikasinya kuat tapi tergantung nanti yang paling bertanggungjawab siapa," jelas Irfan Natakusumah.
Irfan mengatakan, terhadap perkara ini pihaknya akan selalu menginformasikan setelah tahapan penyelidikan selesai dan hasil penyelidikan oleh Kasi Penyidikan Andi Merta dibuka untuk masyarakat.
Diketahui, berdasarkan perhitungan sementara Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung terhadap perkara dugaan korupsi Ketua DPD I Golkar Arinal Djunaidi ditemukan kerugian Negara sebesar Rp480 juta.
Kerugian tersebut dihitung dari selisih besaran honor yang diterima beberapa tim yang dibentuk untuk perda dan evaluasi APBD. Meski telah menghitung kerugian sementara secara internal, penyidik mengaku masih memperdalam unsur Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang terjadi dalam perkara tersebut.
Hal tersebut diungkap sumber yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga Kejati dapat mengungkap seterang-terangnya perkara korupsi serta penyelamatan keuangan negara.
Disisi lain, dugaan adanya pelanggaran dalam pembuatan, penerbitan dan pelaksanaan Peraturan Gubernur (Pergub) yang menjadi dasar temuan kerugian, sumber tersebut tidak berkomentar. Akan tetapi dikatakannya bahwa keterlaluan Peraturan Gubernur (Pergub) tidak dapat berlaku surut.
Perkara ini berawal dari indikasi korupsi yang diduga dilakukan Arinal itu saat menjabat Sekretaris Provinsi (sekprov) Lampung. Dalam laporan disebutkan pada tahun 2015, gubernur menetapkan pedoman penyelenggara pemda dalam melaksanakan anggaran yang dituangkan dalam Pergub No 72 tahun 2014 tanggal 29 Desember 2014.
Dalam pergub tersebut, telah diatur besaran honorarium tim. Tapi tanggal 14 April 2015, pergub tersebut dirubah dengan Pergub No 24 tahun 2015 yang isinya lebih pada memfasilitasi besaran honor tim raperda, rapergub dan tim evaluasi raperda APBD kab/kota. Keputusan Gubernur No G/59/B.III/HK/2015 tentang penetapan besaran honor dan Keputusan Gubernur No G/292/BX/HK/2015 tentang pembentukan tim, menurut Matala, keduanya bertentangan dengan pasal 1 lampiran IV dan pasal 5 Pergub No 72 tahun 2014.
Sekdaprov Arinal Djunaidi saat itu merangkap Tenaga Ahli (TA). Namanya ditahun 2015 pernah muncul sebagai tenaga ahli mwski ia menjabat Sekretaris Daerah (Sekda).(Wendri Wahyudi)
Posting Komentar