NASIONAL

Featured Video

Games

daerah

Fashion

pendidikan

9 Bulan Jalan Ditempat, Mahasiswa Ancam Kepung Kantor Kejati Lampung Bila Kasus Bujang Rahman Dihentikan.


Ilustrasi foto/net. Bujang Rahman.


BANDARLAMPUNG, KI - Lingkar Studi Mahasiswa Lampung (LSML) mengancam akan menduduki Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung. Ancaman kaum intelektual kampus ini karena melihat ada indikasi jaksa yang mengarah kepada penghentian proses penyelidikan Bujang Rahman.

Terlebih, kasus ini juga sembilan bulan tidak ada perkembangan. Padahal laporan dugaan pemalsuan dan rangkap jabatan yang disinyalir dilakukan Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Lampung sudah jelas kronologis, dasar pelaporan serta aturan yang dilanggar.

"Kasus ini harus diungkap terang karena dia (Bujang Rahman) adalah petinggi di institusi pendidikan, apalagi dia seorang profesor, bagaimana bisa kami dididik oleh orang yang perbuatannya tidak terdidik, kalau sampai itu terbukti. Kalau tidak terbukti segera jelaskan apa dasarnya," kata Ketua LSML, Alpin saat silaturahmi ke Kantor kopiinstitue.com, sabtu (6/5)

Dalam perkara ini, penyelidikan perkara tidak menunjukkan progres yang signifikan. Bahkan Ketua Tim Jaksa Asep, yang menangani perkara pun terlihat bingung.

Padahal pimpinan tertinggi Korp Adyaksa di Lampung sangat komitmen memberantas segala bentuk Tidak Pidana Korupsi (Tipikor). Kebingungan Katim Jaksa itu tidak sejalan dengan semangat Kajati Lampung Syafrudin untuk memberantas korupsi.

"kita akan bentuk Tim Jaksa Hebat untuk menangani perkara-perkara besar," ujar Kajati Syafrudin saat dikonfirmasi belum lama ini.

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Irfan Natakusumah menerangkan, perkara yang diduga melibatkan Bujang Rahman saat menjabat sebagai Pembantu Dekan (PD) di Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) belum menunjukkan perkembangan yang berarti.

"belum ada perkembangan kasus itu," terang Irfan Natakusumah.

Diketahui, Wakil Rektor I bidang akademik Universitas Lampung (Unila), diduga melalukan perbuatan melawan hukum dan berakibat merugikan keuangan negara sebesar Rp.974.600.00.

Selain itu juga ditenggarai melakukan pemalsuan surat tugas saat menjabat sebagai Pembantu Dekan (PD) I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Berdasarkan informasi yang dihimpun kopiinstitute.com. dugaan pelanggaran BR yakni tetap menerima tunjangan jabatan sebesar Rp.2.150.000 setiap bulan dan itu diterima olehnya selama 44 bulan. 

Selain itu honor-honor kegiatan yang diperuntukkan untuk pimpinan fakultas Rp.20.000.000 perbulan dan itu pun selama 44 bulan ia menerimanya.

“Sesuai dengan permendiknas nomor 67 tahun 2008 tentang pengangkatan dan pemberhentian dosen sebagai pimpinan perguruan tinggi dan pimpinan fakultas dalam pasal 13 ayat I di poin (i) menyatakan Pimpinan Perguruan Tinggi dan Pimpinan fakultas diberhentikan dari jabatannya jika sedang menjalani tugas belajar atau tugas lain lebih dari enam bulan sedangkan dalam surat keputusan a quo yang ditandatangani Pembantu Rektor I Tirza hanum,BR diberikan tugas belajar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya dalam waktu dua tahun yaitu sejak bulan September 2007 sampai dengan Agustus 2010,”ungkap sumber yang meminta namanya tidak diberitakan, Rabu 11 Mei 2016.

Jika mengacu kepada Permendiknas itu, kata sumber, semestinya sejak mendapatkan tugas belajar selama dua tahun, BR tidak berhak menerima tunjangan jabatan dan honor-honor lainnya, dengan alasan yang bersangkutan sejatinya tidak lagi menduduki jabatan PD I FKIP.

“ Itu aturan menteri yang berbicara bukan omong kosong, jadi selama kurun waktu itu yang bersangkutan telah rangkap jabatan dan menikmati uang tunjangan serta honor yang bukan lagi menjadi haknya, silahkan saja konfirmasi ke bendahara pembantu pengeluaran FKIP saudara Sugiyono,”ucapnya.

Dia menambahkan, pihaknya juga mengaku heran dengan adanya dua surat dengan nomor yang sama namun perihal berbeda yakni surat keterangan kuliah dan surat izin belajar. 

Adanya dua surat tersebut menurut sumber dikhawatirkan akan memicu asumsi negatif yaitu salah satu dari surat tersebut diduga palsu.

“ Dua surat itu nomornya sama namun dengan perihal yang berbeda, yang kami takutkan salah satu dari surat tersebut diduga dibuat untuk keperluan kenaikan pangkat yang bersangkutan. Dan kedua surat itu harus ditinjau ulang kembali dan diuji kebenarannya baik dari segi tata negara mapun aspek pidana,”tandasnya.

Kasus ini dilaporkan Yurni Atmaja pada 29 Juli 2016 di Kejaksaan Tinggi Lampung.(Wendri)

Share this:

Posting Komentar

 
Copyright © Bunk PeNa. Designed by OddThemes & VineThemes