Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lampung, Sulpakar |
BANDARLAMPUNG, KI - 2017 merupakan tahun keenam misteri antara Sulpakar dan Kejaksaan. Misteri itu terus menjadi pertanyaan masyarakat karena sampai hari ini awan gelap masih menyelimuti semangat pemberantasan tindak pidana korupsi, khususnya diwilayah hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung.
Terduga penyimpangan anggaran negara tersebut juga seolah bukan suatu perkara yang berarti padahal itu rekam jejak seorang Sulpakar tidak bisa dihilangkan.
Disisi lain, sikap Korp Adyaksa juga belum memenuhi ekspektasi masyarakat yang meminta perkara tersebut diungkap seterang-terangnya. Masyarakat sudah tidak bisa berharap kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Kalianda.
Satu-satunya harapan ada di Kejaksaan Tinggi Lampung, namun mengenai hal tersebut Kepala Kejaksaan Tinggi Syafrudin saat dikonfirmasi malah minta copyan laporan yang pernah dilaporkan di Kejari Kalianda.
"Bila ada copy laporannya kirim ke kita bos, tks," begitu isi pesan singkat Kajati Lampung kepada kopiinstitute.com, (25/3)
Sikap apatis juga ditunjukkan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung M.Rum yang berkali-kali diminta tanggapan mengenai permasalahan ini namun tidak merespon.
Padahal sudah menjadi tugas seorang Kapuspenkum untuk membuat terang suatu persoalan hukum sebab ia seorang kepala Pusat Penerangan bukan Pusat Kegelapan.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Provinsi Lampung Sulfakar belum dapat dikonfirmasi. Sambungan telepon pun meski dalam keadaan aktif namun belum dijawab meski sudah dicoba berulang kali.
Berita ini meluas ketika Dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Dana Alokasi Khusus (DAK) Dinas Pendidikan Lampung Selatan yang disinyalir melibatkan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Lampung,Sulpakar tidak ada perkembangan.
Itu bermula dari Proyek 34 Miliar Tahun Anggaran 2011.Kebijakan Gubernur Lampung M Ridho Ficardo mengangkat Sulpakar sebagai Kadisdik Provinsi, dikhawatirkan muncul berbagai penyimpangan seperti yang dilakukan mantan kepala biro perlengkapan itu saat menjabat Kadisdik Lamsel tahun 2011 lalu.
Perkara tersebut sejak 2011 ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Kalianda Lampung Selatan. Enam dan sudah tiga Kajari masih belum mampu mengungkap kasus ini.
Era Kajari Kalianda Yuni mengakui berkas laporan perkara DAK 2011 tersebut pernah ditanganinya. Namun pada saat pergantian Kepala Kejari Kalianda perkara tersebut tidak diketahui perkembangan proses penyelidikannya.
"itu nilai yang besar. Laporannya mungkin dengan Kajari sebelum saya tapi nanti kita buka lagi sejauh mana penanganan perkara itu," ujar Kajari Kalianda Yuni pada saat masih menjabat.
Perkara ini berawal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 34 Miliar Tahun Anggaran 2011. Nilai tersebut merupakan akumulasi dari SD sebesar Rp 26.5 Miliar dan SMP Rp 7,5 Miliar
Dari jumlah tersebut indikasi korupsi terjadi dalam tiga item kegiatan yakni pembangunan perpustakaan, pengadaan buku, dan pengadaan komputer. Dugaan awal penyimpanan kegiatan ini bahwa pekerjaan diduga tidak sesuai spesifikasi teknis pengerjaan dalam kegiatan pembangunan perpustakaan.
Selain itu juga disinyalir adanya swakelola dalam pengadaan komputer yang seharusnya pada petunjuk pelaksanaan dan teknis pengadaan diserahkan langsung kepada sekolah.
Disisi lain, Pengamat Hukum Universitas Lampung Dr Yusdianto Alam meminta Kajati Syafrudin sebagai pimpinan tertinggi Korp Adyaksa di Lampung untuk melihat serta menuntaskan perkara ini.
"harapan terakhir ada di Kajati Syafrudin karena beliau pimpinan tertinggi. Dia dapat memanggil Kajari yang sedang menjabat saat ini untuk minta penjelasan sudah sejauh mana penanganan perkara itu. Kalaupun ada kendala dijelaskan juga kendalanya dimana," kata Yusdianto.
Perkara tersebut sejak 2011 ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Kalianda Lampung Selatan. Enam dan sudah tiga Kajari masih belum mampu mengungkap kasus ini.
Era Kajari Kalianda Yuni mengakui berkas laporan perkara DAK 2011 tersebut pernah ditanganinya. Namun pada saat pergantian Kepala Kejari Kalianda perkara tersebut tidak diketahui perkembangan proses penyelidikannya.
"itu nilai yang besar. Laporannya mungkin dengan Kajari sebelum saya tapi nanti kita buka lagi sejauh mana penanganan perkara itu," ujar Kajari Kalianda Yuni pada saat masih menjabat.
Perkara ini berawal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 34 Miliar Tahun Anggaran 2011. Nilai tersebut merupakan akumulasi dari SD sebesar Rp 26.5 Miliar dan SMP Rp 7,5 Miliar
Dari jumlah tersebut indikasi korupsi terjadi dalam tiga item kegiatan yakni pembangunan perpustakaan, pengadaan buku, dan pengadaan komputer. Dugaan awal penyimpanan kegiatan ini bahwa pekerjaan diduga tidak sesuai spesifikasi teknis pengerjaan dalam kegiatan pembangunan perpustakaan.
Selain itu juga disinyalir adanya swakelola dalam pengadaan komputer yang seharusnya pada petunjuk pelaksanaan dan teknis pengadaan diserahkan langsung kepada sekolah.
Disisi lain, Pengamat Hukum Universitas Lampung Dr Yusdianto Alam meminta Kajati Syafrudin sebagai pimpinan tertinggi Korp Adyaksa di Lampung untuk melihat serta menuntaskan perkara ini.
"harapan terakhir ada di Kajati Syafrudin karena beliau pimpinan tertinggi. Dia dapat memanggil Kajari yang sedang menjabat saat ini untuk minta penjelasan sudah sejauh mana penanganan perkara itu. Kalaupun ada kendala dijelaskan juga kendalanya dimana," kata Yusdianto.
Posting Komentar