Pengamat Hukum Unila Wahyu Sasongko |
Praktik tersebut dalam ilmu politik menurut akademisi disebut sebagai Politik Dagang Sapi. Pasalnya ada sesuatu yang diperjualbelikan yang tentu saja terkait program, proyek dan hal-hal yang harus disetujui dalam rapat paripurna DPRD Kabupaten Tanggamus.
Pengamat Hukum Pidana Universitas Lampung Wahyu Sasongko mengutarakan, lobi-lobi yang memiliki harga sering terjadi dan bahkan bukan hanya di Kabupaten Tanggamus tapi juga kemungkinan terjadi di Kabupaten/kota di Lampung atau didaerah lain.
Dijelaskan dia, dalam konsep demokrasi hubungan Pemerintah dan DPRD ialah check and balances sehingga dapat mengontrol satu sama lain. Namun terkait Tanggapan, ada harga dalam sebuah persetujuan.
"semakin banyak kegiatan kepala daerah dalam kegiatan pembangunan atau proyek yang ingin dia gol kan maka semakin kuat dorongannya kepada DPRD supaya dapat menyetujuinya," jelas Wahyu Sasongko, rabu (15/3)
Ia menilai ada banyak proyek yang ingin digol kan sehingga mendorongnya memberikan uang kepada 26 anggota DPRD Tanggamus. "itu kan sebetulnya kalau mengikuti apa yang dikatakan Bambang bahwa dia melakukan itu atas permintaan DPRD," ujarnya
Terkait posisi 26 anggota DPRD yang disebutkan dalam dakwaan jaksa menerima uang dari Bambang Kurniawan, akademisi hukum unila itu mengimbau agar Bambang menjadi Justice Collaborator (Pelaku/saksi yang bekerjasama)
"kalau memang bambang mau dia jadi Justice Collaborator dan sampaikan keterangan dalam persidangan mengenai siapa-siapa yang menerima uangnya dan itu dijadikan alat bukti petunjuk. Nanti secara hukum acara pidana bisa memerintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk melakukan pengembangan perkara ini," papar dia
KPK Awasi Setiap Pembahasan R-APBD
Dalam pembahasan R-APBD sangat kental nuansa lobi-lobi, suap namun itu hanyalah informasi yang dianggap wajar dan seolah membudaya. Apalagi dalam praktiknya sangat sulit dibuktikan bila para pihak yang melakukan lobi-lobi berhasil mencapai satu kesepakatan.
Namun bila terjadi Aliansi Pecah Kongsi (APK) maka terjadi seperti dalam pembahasan rencana Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) tahun 2016 Tanggamus.
Atas dasar itulah diminta supaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia memantau setiap pembahasan di 15 Kabupaten/kota di Lampung.
"memang rawan terjadi gratifikasi ya bagus kalau KPK turun pantau setiap pembahasan R-APBD. Karena kalau dewan tidak laporkan maka tidak ketahuan bisa jadi tahun-tahun sebelumnya juga demikian," pungkasnya.(Wendri Wahyudi)
Posting Komentar