Ilustrasi Poskamling |
KOPIINSTITUTE.COM - Aktifitas ronda belakangan kini kembali menjadi familiar ditelinga kita. Namun sayang sangat nampak ada pergeseran dalam pelaksanaannya, terutama momen pelaksanaannya. Jika diawal pelaksanaannya karena menurunnya kualitas keamanan dan kenyamanan, kini momen ronda karena ada momen politik semacam pilkada.
Partisipasi masyarakat yang idealnya terkelola dilevel masyarakat terendah dan pemerintahan paling bawah kini naik tingkat. Bahkan pelaksanaan ronda dilakukan oleh elite politik yang berambisi menjadi calon kepala daerah.
Jimpitan sebagai salah satu "energi" dalam pelaksanaan siskamling dipedesaan digusur dengan menghadirkan alokasi milyaran dari APBD.
Tak hanya itu saja, sang calon pun sampai turun untuk sidak ke kampung-kampung yang katanya memastikan secara langsung aktifitas ronda berjalan atau tidak.
Disisi lain, ekpose yang ditampilkan bukan pada angka menurunnya angka kejahatan dan tingginya partisipasi warga dalam pembangunan sebagai bentuk dari siskamling yang telah dan sedang dilakukan tapi lebih kepada sosok yang setiap malam ronda bersama masyarakat, yang sebelumnya tidak pernah dilakukan bahkan untuk bercengkarama dengan masyarakat pun jarang.
Dari pergeseran pelaksanaan dan pemahaman ronda serta kepala daerah ronda maka dapat kita lihat menjauhnya nilai-nilai pemberdayaan masyarakat, dalam pelaksanaan siskamling atau ronda yang saat ini digagas dan mulai dikembangkan oleh beberapa pihak yang ditandai dengan kentalnya aroma proyek pencitraan.
Proyek pencitraan ronda sangat disayangkan. Tentu perbuatan pencitraan elit politik tersebut dikategorikan sebagai sikap inkonsistensi dari "sang pejuang demokrasi".
Untuk diketahui, kata ronda berasal dari bahasa Portugis yang artinya patroli dan ronda bukan khas Indonesia saja. Di Peru, misalnya ronda campesinos pada 1990 memainkan peranan penting dalam melindungi upaya kelompok gerilyawan Sendero Luminoso dan warga Peru untuk memaksa warga sipil untuk terlibat dalam perang.
Sementara, sistem keamanan lingkungan (Siskamling) yang kita kenal saat ini baru muncul pada 1981 didahului oleh persoalan dalam negeri, mulai dari gejolak politik hingga tingginya angka kriminalitas.
Pada pelaksanaannya menempatkan warga sipil menjadi penanggubgjawab atau pelaksana harian Siskamling di Lapangan biasanya dijabat oleh seorang hansip, sejak itu atas laki-laki Swadaya Masyarakat dibentuklah Pos Keamanan Lingkungan (Poskamling).(WENDRI WAHYUDI-FORUMDESA)
Posting Komentar