Mahasiswa Unila Demonstrasi memprotes dan menuntut kasus Bujang Rahman diproses. |
“Kasus Bujang Rahman sudah tuntas. Artinya dari hasil penyelidikan tidak ditemukan tindak pidana, ini saya buka aja. Tapi kalau dikemudian hari ada bukti baru maka kami siap menindaklanjutinya,” terang Syafrudin, selasa (13/6).
Alasan kasus Bujang dihentikan, sambung Kajati, karena laporan itu bahwa dia sekolah pakai biaya sendiri jadi sah. Nah mengenai suratnya juga bahwa dia surat pemberitahuan dia kuliah di Universitas Pembangunan Indonesia, Bandung, kuliahnya sabtu sampai minggu jadi dihari efektif dia bekerja,” papar dia.
Saat disinggung perihal mandeknya kasus ini selama 11 bulan setelah dilaporkan, kemudian terkait adanya dugaan tidak diprosesnya laporan tersebut karena di back up Jaksa Agung HM Prastyo selaku Ketua IKA Unila, dibantah Syafrudin.
“tidak ada hubungannya kesitu ya, kita bekerja pakai azaz profesionalitas. Kecuali anda punya bukti baru,” tegas mantan Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung RI.
Diketahui, Wakil Rektor I bidang akademik Universitas Lampung (Unila), diduga melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan adanya kerugian negara sebesar Rp.974.600.00. pasalnya ia disinyalir memalsukan surat tugas ketika menjabat Pembantu Dekan (PD) I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun kopiinstitute.com. dugaan pelanggaran disebabkan tetap menerima tunjangan jabatan sebesar Rp.2.150.000 setiap bulan selama 44 bulan.
Selain itu honor-honor kegiatan yang diperuntukkan untuk pimpinan fakultas Rp.20.000.000 perbulan dan itu pun selama 44 bulan ia menerimanya.
“Sesuai dengan permendiknas nomor 67 tahun 2008 tentang pengangkatan dan pemberhentian dosen sebagai pimpinan perguruan tinggi dan pimpinan fakultas dalam pasal 13 ayat I di poin (i) menyatakan Pimpinan Perguruan Tinggi dan Pimpinan fakultas diberhentikan dari jabatannya jika sedang menjalani tugas belajar atau tugas lain lebih dari enam bulan sedangkan dalam surat keputusan a quo yang ditandatangani Pembantu Rektor I Tirza hanum,BR diberikan tugas belajar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya dalam waktu dua tahun yaitu sejak bulan September 2007 sampai dengan Agustus 2010,”ungkap sumber yang meminta namanya tidak diberitakan, Rabu 11 Mei 2016.
Jika mengacu kepada Permendiknas itu, kata sumber, semestinya sejak mendapatkan tugas belajar selama dua tahun, BR tidak berhak menerima tunjangan jabatan dan honor-honor lainnya, dengan alasan yang bersangkutan sejatinya tidak lagi menduduki jabatan PD I FKIP.
“ Itu aturan menteri yang berbicara bukan omong kosong, jadi selama kurun waktu itu yang bersangkutan telah rangkap jabatan dan menikmati uang tunjangan serta honor yang bukan lagi menjadi haknya, silahkan saja konfirmasi ke bendahara pembantu pengeluaran FKIP saudara Sugiyono,”ucapnya.
Dia menambahkan, pihaknya juga mengaku heran dengan adanya dua surat dengan nomor yang sama namun perihal berbeda yakni surat keterangan kuliah dan surat izin belajar.
Adanya dua surat tersebut menurut sumber dikhawatirkan akan memicu asumsi negatif yaitu salah satu dari surat tersebut diduga palsu.
“ Dua surat itu nomornya sama namun dengan perihal yang berbeda, yang kami takutkan salah satu dari surat tersebut diduga dibuat untuk keperluan kenaikan pangkat yang bersangkutan. Dan kedua surat itu harus ditinjau ulang kembali dan diuji kebenarannya baik dari segi tata negara mapun aspek pidana,”tandasnya.
Kasus ini dilaporkan Yurni Atmaja pada 29 Juli 2016 di Kejaksaan Tinggi Lampung.(Wen)
Berdasarkan informasi yang dihimpun kopiinstitute.com. dugaan pelanggaran disebabkan tetap menerima tunjangan jabatan sebesar Rp.2.150.000 setiap bulan selama 44 bulan.
Selain itu honor-honor kegiatan yang diperuntukkan untuk pimpinan fakultas Rp.20.000.000 perbulan dan itu pun selama 44 bulan ia menerimanya.
“Sesuai dengan permendiknas nomor 67 tahun 2008 tentang pengangkatan dan pemberhentian dosen sebagai pimpinan perguruan tinggi dan pimpinan fakultas dalam pasal 13 ayat I di poin (i) menyatakan Pimpinan Perguruan Tinggi dan Pimpinan fakultas diberhentikan dari jabatannya jika sedang menjalani tugas belajar atau tugas lain lebih dari enam bulan sedangkan dalam surat keputusan a quo yang ditandatangani Pembantu Rektor I Tirza hanum,BR diberikan tugas belajar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya dalam waktu dua tahun yaitu sejak bulan September 2007 sampai dengan Agustus 2010,”ungkap sumber yang meminta namanya tidak diberitakan, Rabu 11 Mei 2016.
Jika mengacu kepada Permendiknas itu, kata sumber, semestinya sejak mendapatkan tugas belajar selama dua tahun, BR tidak berhak menerima tunjangan jabatan dan honor-honor lainnya, dengan alasan yang bersangkutan sejatinya tidak lagi menduduki jabatan PD I FKIP.
“ Itu aturan menteri yang berbicara bukan omong kosong, jadi selama kurun waktu itu yang bersangkutan telah rangkap jabatan dan menikmati uang tunjangan serta honor yang bukan lagi menjadi haknya, silahkan saja konfirmasi ke bendahara pembantu pengeluaran FKIP saudara Sugiyono,”ucapnya.
Dia menambahkan, pihaknya juga mengaku heran dengan adanya dua surat dengan nomor yang sama namun perihal berbeda yakni surat keterangan kuliah dan surat izin belajar.
Adanya dua surat tersebut menurut sumber dikhawatirkan akan memicu asumsi negatif yaitu salah satu dari surat tersebut diduga palsu.
“ Dua surat itu nomornya sama namun dengan perihal yang berbeda, yang kami takutkan salah satu dari surat tersebut diduga dibuat untuk keperluan kenaikan pangkat yang bersangkutan. Dan kedua surat itu harus ditinjau ulang kembali dan diuji kebenarannya baik dari segi tata negara mapun aspek pidana,”tandasnya.
Kasus ini dilaporkan Yurni Atmaja pada 29 Juli 2016 di Kejaksaan Tinggi Lampung.(Wen)
Posting Komentar